Filsafat pancasila
A.
Pengantar :
Dalam
perkembangan ilmu pengetahuan, filsafat sesungguhnya merupakan titik awal dari
munculnya ilmu pengetahuan tersebut. Berawal dari titik tersebut, manusia
mengembangkan pikiran-pikirannya menjadi sebuah teori, ilmu, maupun landasan yang
pada akhirnya mereka pilih sebagai pedoman mereka. Bercermin dari
perkembangannya tersebut, maka wajar bila dikatakan bahwa sebenarnya manusia
senantiasa berfilsafat selama hidupnya.
Dari
banyaknya filsafat yang muncul dari pemikiran seseorang, nantinya akan terdapat
beberapa filsafat yang akhirnya terpilih dan diakui oleh sekelompok orang.
Dengan demikian filsafat tersebut menjadi jalan hidup (way of life) bagi
kelompok yang menggunakannya.
Rumusan Masalah :
1.
Apakah yang dimaksud dengan filsafat
Pancasila?
2.
Bagaimana hubungan antara tiap-tiap
sila dalam Pancasila?
3.
Bagaimana peran Filsafat Pancasila
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?
B.
Pengertian Filsafat :
Sebelum
memahami lebih lanjut mengenai filsafat, akan lebih mudah jika kita ketahui
terlebih dahulu istilah dan pengertian filsafat itu sendiri. Secara etimologis
istilah filsafat berasal dari Bahasa Yunani yakni philosophia. Istilah
tersebut berasal dari dua kata yakni “ philein”yang artinya “cinta”, dan
“ sophos” yang artinya “hikmah” atau “kebijaksanaan” (Nasution,
1973). Maka secara harfiah dapat diartikan filsafat adalah “mencintai
kebijaksanaan”
Menurut
Plato, filsafat berarti pengetahuan yang berminat untuk mencapai suatu
kebenaran yang asli.
Sesuai
dengan arti yang telah dijabarkan tersebut, filsafat menyertai manusia dalam
memilih pandangan hidup yang menurut mereka baik dan benar demi mencapai tujuan
hidupnya yakni suatu kebahagiaan.
Keseluruhan
arti filsafat tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut
1.
Filsafat sebagai produk :
a.
Pengertian filsafat yang mencakup
arti filsafat sebagai hasil (produk) dari proses berfilsafat para filsuf.
Seperti ilmu, teori, konsep dari filsuf zaman dahulu, sistem atau pandangan
hidup yang memiliki ciri tertentu.
b.
Filsafat sebagai suatu problema yang
dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat. Filsafat dalam
pengertian jenis ini pada intinya merupakan hasil dari kegiatan filsafat yang
produknya problema yang kemudian diselesaikan dengan cara filsafat pula.
2.
Filsafat sebagai suatu proses :
Dalam pengertian ini filsafat merupakan suatu sistem
pengetahuan yang bersifat dinamis. Filsafat tidak hanya menjadi
sekumpulan dogma yang diyakini, detekuni, dan dipahami sebagai suatu sistem
nilai tertentu, melainkan lebih merupakan suatu aktivitas berfilsafat. Atau
dengan kata lain diartikan sebagai aktivitas pemecahan masalah dengan
menggunakan metode tertentu yang sesuai dengan objek permasalahannya.
C.
Pengertian Pancasila sebagai Suatu
Sistem
Bagi masyarakat Indonesia, Pancasila bukanlah sesuatu yang
asing. Namun, dewasa ini ternyata masih banyak yang belum benar-benar memahami
dan menerapkan Pancasila sebagai ideologi Bangsa Indonesia.
Pancasila yang terdiri atas lima asas pada hakikatnya
merupakan sistem filsafat. Yang dimaksud dengan sistem yakni suatu kesatuan
dari bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerja sama untuk tujuan
tertentu dan secara keseluruhan merupakan satu kesatuan utuh yang tidak bisa
terpisahkan. Sebagaimana memiliki ciri sebagai berikut :
1.
Suatu kesatuan bagian-bagian
2.
Bagian-bagian tersebut mempunyai
fungsi sendiri-sendiri
3.
Saling berhubungan, saling
ketergantungan
4.
Kesemuanya dimaksudkan untuk
mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem)
5.
Terjadi dalam suatu lingkungan yang
kompleks (Shore dan Voich, 1974:22)
Untuk
mengetahui secara mendalam tentang Pancasila, perlu pendekatan filosofis.
Pancasila dalam pendekatan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mendalam
tentang Pancasila. Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara singkat
sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila dalam bangunan bangsa
dan Negara Indonesia (Syarbaini;2003).
Dengan
demikian dapat dijelaskan bahwa sila-sila Pancasila merupakan suatu kesatuan
organis yang menjadi dasar pemikiran Bangsa Indonesia meliputi; pemikiran
tentang manusia dalam hubungannya dengan Tuhan yang Maha Esa, dengan dirinya
sendiri, dengan sesama manusia, dan dengan masyarakat. Kenyataan Pancasila yang
demikian itu disebut kenyataan objektif, dimana kenyataan tersebut ada pada
Pancasila itu sendiri tanpa bergantung pada pengetahuan orang. Itulah
yang menjadikannya sebagai suatu sistem yang memiliki ciri khas tertentu dan
berbeda dengan sistem filsafat lainnya misalnya, liberalisme, matrealisme,
komunisme, dan aliran filsafat lainnya.
D.
Kesatuan Sila-Sila Pancasila
1.
Susunan Pancasila yang Bersifat
Hierarkis dan Berbentuk Piramidal
Pengertian matematika dari piramidal digunakan untuk
menggambarkan hubungan hierarki sila-sila dari Pancasila dalam urut-urutan dan
sifat-sifatnya. Bahwa di antara lima sila yang ada, terdapat hubungan yang
saling mengikat sehingga Pancasila merupakan satu kesatuan yang bulat.
Secara ontologis kesatuan sila-sila Pancasila
sebagai suatu sistem bersifat hierarkis dan berbentuk piramidal dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a.
Sila ke -1. Bahwa pada hakikatnya
adanya Tuhan adalah karena diri-Nya sendiri, Tuhan sebagai causa Prima. Artinya, segala sesuatu yang ada termasuk
manusia ada karena diciptakan Tuhan (akibat dari adanya Tuhan).
b.
Sila ke-2. Manusia sebagai pokok
dari suatu negara, maka muncul sebuah negara yang merupakan persekutuan hidup
bersama yang beranggotakan manusia.
c.
Sila ke-3 Negara adalah akibat dari
adanya manusia yang bersatu.
d.
Sila ke-4 Sebagai akibat dari
manusia yang bersatu, akan terbentuk rakyat yang merupakan unsur suatu negara
di samping wilayah dan pemerintah. Dengan kata lain, rakyat adalah
totalitas dari individu-individu dalam negara yang bersatu.
e.
Sila ke-5 Dengan terbentuknya suatu
pemerintahan, maka akan muncul suatu tujuan yakni keadilan, yang pada
hakikatnya merupakan tujuan dari lembaga hidup bersama yang disebut negara.
2.
Kesatuan Sila-Sila Pancasila yang Saling Mengisi dan
Saling Mengkualifikasi Tiap-tiap sila seperti yang telah disebutkan mengandung
keempat sila lainnya dan dikualifikasikan oleh keempat sila lainnya.
Sebagaimana disebutkan pada sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sila ini
mengandung arti Ketuhanan yang berkemanusiaan yang adil dan beradab,
berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ pewakilan,dan berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Begitu pula
sebaliknya, pada sila ke-lima yang berbunyi “Keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia”. Sila ini mengandung makna keadilan yang.Berketuhanan Yang Maha Esa,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, serta
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan damam
permusyawaratan/perwakilan.
E.
Kesatuan Sila-Sila Pancasila sebagai
Suatu Sistem Filsafat.
Kesatuan sila-sila Pancasila bukan hanya bersifat formal
logis saja, tapi juga meliputi keatuan dasar ontologis, dasar epistemologis,
dan dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila itu sendiri.
1.
Dasar Ontologis Sila-Sila Pancasila
Pancasila yang terdiri dari lima
sila, seperti yang telah dibahas sebelumnya bukanlah merupakan asas yang
berdiri sendiri-sendiri, melainkan menjadi sebuah kesatuan dasar ontologis.
Yakni sebuah kesatuan dasar yang bersifat nyata dan realitas.
Pada hakikatnya, dasar ontologis
adalah manusia, dimana manusia memiliki hakikat. Monopruralis. Oleh sebab itu,
hakikat ini juga disebut hakikat dasar atropologis. Pada hakikat ini, manusia
yang berperan sebagai subjek pendukung pokok sila-sila Pancasila. Intinya, yang
Berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan
Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta berkeadilan sosial adalah manusia (rakyat
Indonesia itu sendiri)
Sehingga hubungan kesesuaian antara
manusia dengan landasan sila-sila Pancasila merupakan hubungan “sebab - akibat”
yang tiap-tiap sila memiliki makna bertingkat. Dengan demikian, dasar ontologis
sila-sila merupakan suatu kenyataan bahwa Pancasila dan manusia saling
berhubungan.
2.
Dasar Epistemologis Sila-Sila
Pancasila Pancasila sebagai sistem
filsafat juga merupakan suatu sistem pengetahuan yang dijadikan sebagai
pedoman untuk memandang realitas alam semesta, manusia, dan masyarakat dalam
rangka menyelesaikan masalah dalam kehidupan. Dalam hal ini, filsafat telah
menjelma menjadi ideologi (Abdulgani, 1986).
Berdasarkan dasar epistemologisnya
(sumber dan kebenarannya), Pancasila tidak bisa lepas dari dasar ontologisnya
yakni manusia yang mempunyai implikasi terhadap bangunan epistemologis itu
sendiri.
3.
Dasar Aksiologis Sila-Sila Pancasila
Sila-sila sebagai sistem filsafat
juga memiliki suatu kesatuan dasar aksiologisnya, yakni dasar tujuan dan
manfaatnya. Sehingga nilai-nilai yang terkandung pada pancasila sesungguhnya
juga merupakan satu kesatuan.
Pada dasarnya segala sesuatu itu
bernilai, namun keanekaragaman sudut pandang membuat penggolongan nilai semakin
banyak. Segala sesuatu yang mengandung nilai itu bukan hanya yang bersifat
material saja, tetapi juga yang bersifat nonmaterial. Nilai-nilai material
relatif mudah diukur dibanding dengan nonmaterial. Sebagai contoh nilai
kerohanian bisa diukur dengan hati nurani manusia dengan bantuan alat indra
manusia.
Seperti yang telah dijelaskan oleh Notonegoro,
bahwa nilai dibagi menjadi tiga yaitu :
a.
Nilai material : segala sesuatu yang
berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan ragawi manusi.
b.
Nilai vital : segala sesuatu yang
berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
c.
Nilai kerohanian sendiri dibagi
menjadi tiga, yaitu:
·
Nilai kebenaran, bersumber pada akal
(rasio, budi, cipta) manusia.
·
Nilai keindahan, bersumber pada
unsur perasaan manusia.
·
Nilai kebaikan, bersumber pada unsur
kehendak manusia.
·
Nilai religius, merupakan nilai
kerohanian tertinggi yang bersumber dari keyakinan dan kepercayaan
manusia.
Menurut
Notonegoro, nilai-nilai Pancasila tergolong nilai kerohanian yang secara
lengkap dan harmonis juga mengandung antara lain; nilai material, nilai vital,
nilai, kebenaran, nilai keindahan, nilai estetis, nilai moral, maupun nilai
kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistematis dan hirarkis dimana sila
pertama sampai sila ke-lima memiliki keterkaitan satu sama lain.
F.
Pancasila sebagai Nilai Dasar
Fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia
1.
Dasar Filosofis.
Pancasila sebagai filsafat bangsa
dan Negara Indonesia mengandung makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan
kebangsaan, kemasyarakatan, dan kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai
Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, serta Keadilan.
Dengan demikian, Pancasila merupakan
nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai material, nilai vital, nilai
kebenaran (kenyataan), nilai estetis, etis, maupun nilai religius. Hal ini
dibuktikan pada nilai Pancasila yang tersusun hirarkis piramidal yang utuh.
Oleh karena itu, nilai-nilai
Pancasila bagi Bangsa Indonesia merupakan landasan serta motivasi atas segala
perbuatan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun kehidupan bernegara. Dengan
kata lain Pancasila adalah cita-cita tentang kebaikan yang harus diwujudkan
menjadi kenyataan.
2.
Nilai-Nilai Pancasila sebagai Dasar
Filsafat Negara
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar
filsafat Negara Indonesia merupakan suatu sumber dari hukum dasar Negara
Indonesia. Sebagai suatu sumber hukum dasar, Pancasila secara objektif
merupakan pandangan hidup, kesadaran, cita-cita hukum, serta cita-cita moral
yang luhur meliputi suasana kejiwaan serta watak Bangsa Indonesia sebagaimana
ditetapkan PPKI pada 18 Agustus 1945, yakni Pancasila sebagai dasar negara.
Pancasila juga tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang sebagaimana diketahui
secara yudiris UUD 1945 merupakan pokok kaidah negara yang fundamental. Hal ini
ditegaskan dalam pokok pikiran ke-empat yang konsekuensinya dalam segala aspek
kehidupan negara, politik negara, dan pelaksanaan demokrasi harus
senantiasa berdasarkan nilai yang terkandung dalam Pancasila.
G.
Pancasila sebagai Ideologi Bangsa
dan Negara Indonesia
1.
Pengertian Ideologi
Istilah ideologi berasal dari kata idea
yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita dan
logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah ideology berarti ilmu
tentang pengertian dasar, ide atau cita-cita. Sebagai suatu ideologi
bangsa dan negara Indonesia, Pancasila bukan hanya suatu hasil perenungan
atau pemikiran sekelompok orang sebagaimana ideologi-ideologi lain di
dunia. Pancasila diangkat dari nilai-nilai, adat-istiadat, nilai-nilai
kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat
Indonesia itu sendiri sebelum membentuk Negara
2.
Beberapa pengertian ideologi:
a.
A.S. Hornby
Mengatakan
bahwa ideologi adalah seperangkat gagasan yang membentuk landasan teori ekonomi
dan politik atau yang dipegangi oleh seorang atau sekelompok orang.
b.
Soerjono Soekanto
Menyatakan
bahwa secara umum ideologi sebagai kumpulan gagasan, ide, keyakinan,
kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut bidang politik, sosial,
kebudayaan, dan agama.
c.
Gunawan Setiardja
merumuskan
ideologi sebagai seperangkat ide asasi tentang manusia dan seluruh realitas yang
dijadikan pedoman dan cita-cita hidup.
d.
Frans Magnis Suseno
mengatakan
bahwa ideologi sebagai suatu sistem pemikiran yang dapat dibedakan
menjadi ideologi tertutup dan ideologi terbuka.
·
Ideologi tertutup,
Merupakan
suatu sistem pemikiran tertutup. Ciri-cirinya: merupakan cita-cita suatu
kelompok orang untuk mengubah dan memperbarui masyarakat; atas nama ideologi
dibenarkan pengorbanan-pengorbanan yang dibebankan kepada masyarakat;
isinya bukan hanya nilai-nilai dan cita-cita tertentu, melainkan terdiri dari
tuntutan-tuntutan konkret dan operasional yang keras, yang diajukan dengan
mutlak.
·
Ideologi terbuka
Merupakan
suatu pemikiran yang terbuka. Ciri-cirinya: bahwa nilai-nilai dan cita-citanya
tidak dapat dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari moral,
budaya masyarakat itu sendiri; dasarnya bukan keyakinan ideologis sekelompok
orang, melainkan hasil musyawarah dari konsensus masyarakat tersebut;
nilai-nilai itu sifatnya dasar, secara garis besar saja sehingga tidak langsung
operasional.
3.
Sifat Ideologi
Ada tiga dimensi sifat ideologi, yaitu dimensi realitas,
dimensi idealisme, dan dimensi fleksibilitas.
a.
Dimensi Realitas
Nilai
yang terkandung dalam dirinya, bersumber dari nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat, terutama pada waktu ideologi itu lahir, sehingga mereka betul-betul
merasakan dan menghayati bahwa nilai-nilai dasar itu adalah milik mereka
bersama. Pancasila mengandung sifat dimensi realitas ini dalam dirinya.
b.
Dimensi idealism
Ideologi
itu mengandung cita-cita yang ingin diicapai dalam berbagai bidang kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila bukan saja memenuhi dimensi
idealisme ini tetapi juga berkaitan dengan dimensi realitas.
c.
Dimensi fleksibilitas
Ideologi
itu memberikan penyegaran, memelihara dan memperkuat relevansinya dari waktu ke
waktu sehingga bebrsifat dinamis, demokrastis. Pancasila memiliki dimensi
fleksibilitas karena memelihara, memperkuat relevansinya dari masa ke masa.
Dari
uraian di atas, sangatlah tepat jika bangsa Indonesia menjadikan Pancasila
sebagai ideologi bangsanya. Karena nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila
sesuai dengan karakter dan kepribadian bangsa Indonesia itu sendiri.
Sebagai
suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia, Pancasila bukan hanya suatu hasil
perenungan atau pemikiran sekelompok orang sebagaimana ideologi-ideologi lain
di dunia. Pancasila diangkat dari nilai-nilai, adat-istiadat, nilai-nilai
kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat
Indonesia itu sendiri sebelum membentuk negara.
Nilai-nilai
tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara, sehingga
Pancasila berkedudukan sebagai dasar negara dan ideologi Bangsa Indonesia,
dimana ideologi tersebut sangatlah sesuai dengan Bangsa Indonesia itu sendiri.
H.
Makna Nilai-Nilai Setiap Sila.
1.
Ketuhanan Yang Maha Esa Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi dasar dan menjiwai keempat sila lainnya. Dalam
sila pertama ini, terkandung nilai bahwa negara yang didirikan harus mengakui
adanya Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, setiap warga Indonesia harus
beragama dan bukanlah tidak punya agama dan juga Tuhan (ateis). Sila ini juga
mempunyai makna bahwa warga Indonesia harus memiliki sikap toleransi dan tidak
berlaku diskriminatif antarumat beragama.
2.
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila kemanusiaan merupakan dasar fundamental dalam kehidupan kenegaraan,
kebangsaan, dan kemasyarakatan. Dalam sila kemanusiaan, negara harus menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab. Oleh
karena itu, dalam peraturan perundang-undangan negara harus mewujudkan
tercapainya tujuan ketinggian harkat dan martabat manusia, terutama hak asasi
manusia.
3.
Persatuan Indonesia Dalam sila
Persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa kesatuan, persatuan,
kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara adalah di atas kepentingan
pribadi atau golongan. Dalam hal ini, negara Indonesia yang terdiri dari
berbagai suku, ras, kelompok, golongan maupun agama yang berbeda harus
mengikatkan diri pada Bhinneka Tunggal Ika agar perbedaan bukannya
diruncingkan untuk menjadi permusuhan tetapi diarahkan kepada persatuan untuk
mencapai tujuan negara.
4.
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
dalam Permusyawaratan/Perwakilan Sila ini mengandung makna bahwa nilai-nilai
demokrasi secara mutlak harus dilaksanakan dalam kehidupan bernegara. Mengingat
suatu negara terdiri dari rakyat dengan latar belakang yang berbeda, sehingga
dalam pelaksanaan pemerintahan maupun aktivitas lainnya diutamakan
musyawarah untuk mencapai mufakat. Pada akhirnya keputusan yang diambil harus
dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
5.
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia
Di dalam sila ke-lima terkandung nilai bahwa keadilan harus
terwujud dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengingat suatu negara
merupakan sekumpulan dari masyarakat yang hidup bersama. Kebersamaan tersebut
kemudian memunculkan suatu cita-cita dan tujuan bersama, yakni keadilan. Maka,
demi terwujudnya keadilan tersebut diperlukan sikap kekeluargaan dan gotong
royong serta menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
I.
Pancasila sebagai Dasar Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara
Sebagai suatu bangsa, Bangsa Indonesia memiliki cita-cita serta
pandangan hidup yang dipakai sebagai basis nilai dalam setiap pemecahan
masalah. Pandangan tersebut digunakan sebagai landasan filosofis yang asalnya
dari nilai-nilai kultural Bangsa Indonesia sendiri. Akibatnya, selama Bangsa
Indonesia berkehendak untuk bersama membangun bangsa di atas dasar
filosofis bernama Pancasila, maka sudah seharusnya Pancasila menjadi dasar
dalam bidang politik, sosial, ekonomi, hukum, serta kebijakan internasional.
Hal inilah yang kemudian diistilahkan bahwa Pancasila sebagai paradigma
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Paradigma mengandung pengertian sumber nilai, kerangka
pikir, orientasi dasar, sumber asas dan tujuan dari suatu perkembangan,
perubahan, serta proses dalam bidang tertentu termasuk dalam proses berbangsa
dan bernegara. Oleh sebab itu, dalam melaksanakan kehidupan berbangsa dan
bernegara terutama proses pembangunan harus berdasar pada Pancasila.
Secara lebih rinci, filsafat Pancasila sebagai dasar kehidupan berbangsa dan
bernegara merupakan identitas nasional Indonesia. Nilai-nilai dalam
Pancasila yang berasal dari bangsa Indonesia mencerminkan karakter dan
sifat dari bangsa Indonesia itu sendiri. Dan dengan kedudukan Pancasila yang
menjadi dasar negara dan konstitusi (Undang-Undang Dasar) Indonesia, maka
Pancasila merupakan sumber dari segala hukum yang ada di Indonesia. Sehingga
pembangunan Indonesia akan memiliki visi yang jelas dan terarah.
J.
Kesimpulan
1.
Yang dimaksud dengan filsafat
Pancasila adalah kerangka berpikir dan cara berpikir yang dipilih,
diakui, serta dijadikan landasan dalam setiap aktivitas kehidupan berbangsa dan
bernegara Indonesia.
2.
.Hubungan antara tiap-tiap sila
dalam Pancasila yakni tiap-tiap sila dari kelima sila yang ada merupakan
kesatuan yang saling berhubungan, saling berhubungan, dan saling bekerja
sama membentuk kesatuan yang bulat dan utuh. Dimana sila yang satu mengandung
dan melengkapi sila yang lainnya, sehingga tiap-tiap sila tidak bisa berdiri
sendiri.
3.
Peran Filsafat Pancasila dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara adalah sebagai paradigma. Dalam artian
Filsafat Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum yang ada di
Indonesia, baik dalam segi politik, sosial, ekonomi, hubungan internasional,
maupun dalam segi religius.
Daftar Pustaka
Kaelan, dan Achmad Zubaidi. 2012,
Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi, Paradigma : Yogyakarta
Winarno. 2006,
Pendidikan Kewarganegaraan Edisi
Kedua , Bumi Aksara : Surakarta Kaelan. 2008, Pendidikan Pancasila, Paradigma :
Yogyakarta
Di Susun Oleh :
Egi Ferdi Erawan
Academy Comunitas Negeri Cianjur Sub
Campus SMKN 1 Karang Tengah
Jl Raya Jangari Km 13 Karang Tengah
Cianjur (0263) 284906
Tidak ada komentar:
Posting Komentar